RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Rabu, 28 Desember 2011

Jiwa Berfikir (nafs nâthiqoh) atau dalam al-Qur’an disebut sebagai nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram) dan rûh amrî atau istilah lainnya disebut sebagai kalbu. Jiwa ini adalah esensi yang hidup, aktif dan rasional. Kalbu ini dipercaya memiliki substansi seperti jasad. Ia dapat melihat segala yang tampak dengan mata dan melihat hakekat dengan akal. Sebagaimana sabda rasul: ﻥﺎﻧﻳﻋ ﻪﺒﻠﻗﻠﻮ ﻻﺇ ﺪﺑﻋ ﻦﻤ ﺎﻤ (artinya: tidak ada dari seorang hamba itu kecuali kalbunya memili dua mata). Keduanya dapat melihat hal yang ghaib. Dan ia pun tidak akan mati namun hanya kembali kepada Tuhan mereka

(wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridloi). Dalam kehidupannya, jiwa ini selalu bekerja mencari ilmu, karena ilmu adalah perhiasannya di akherat.
1. Jasad, perangkat tubuh manusia yang kasar dan empiris. Allah menyusun jasad ini dari saripati tanah dan disusun dan dibangun dari sari-sari makanan. Ia terdiri dari bagian-bagian keras dan kuat serta melaksanakan tugas-tugas berjalan, gerakan, penginderaan yang diperintahkan oleh ruh hewani (sebagai pelayan ruh hewani).
2. Ruh Hewani sering pula disebut sebagai nafsu. Ruh hewani ini merupakan penggerak syahwat dan emosi. Lebih jauh lagi Ia pula yang melahirkan keinginan-keinginan untuk melakukan kekerasan, amarah, berbuat sadis menguasai segala sesuatu dan lain sebagainya.[24] Ruh hewani dapat digambarkan sebagai jasad lembut yang bertempat di dalam kalbu. Ia bagaikan lampu menyala di dalam kaca kalbu. Kehidupan adalah cahaya lampu itu dan darah adalah minyaknya . emosi adalah panasnya, sedangkan kekuatan yang menggerakkan jasad adalah ajudannya.

Ruh kehidupan. Ruh ini tidak menunjukkan pada ilmu serta tidak menegtahui jalan makhluk dan kebenaran pencipta. Ia merupakan kehidupan di saat jasad hidup, dan ia akan mati seiring jasad mati.
Dari berbagai hal yang dimiliki manusia tersebut, maka Ghazali kemudian membaginya dalam tiga dimensi, yakni: Jasad, ‘Aradh, serta jawhar. Jasad sebagaimana diterangkan diatas merupakan bagian kasar. Sementara ‘aradh (aksiden) adalah ditentukan oleh jasad dan ruh. Ia tidak kekal setelah substansi –yakni nafs nâthiqoh— kembali kepada sang pencipta. Sedangkan jawhar (substansi) ialah jiwa yang tak pernah mati, jiwa yang hanya kembali kepada Tuhan, nafs al-muthmainnah.


Al-‘aql al-mustafād bisa berkomunikasi dengan akal ke-10 (Jibril) dan mampu menangkap pengetahuan yang dipancarkan oleh “akal aktif” (‘aql fa’āl). Dan ‘aql fa’āl menjadi mediasi yang bisa mengangkat akal potensial naik menjadi akal aktual, ...juga bisa mengangkat akal aktual naik menjadi akal mustafad. Hubungan antara ‘aql fa’āl dan ‘aql mustafād ibarat mata dan matahari.,,,sagitulah nan ambo katahuai sanak,,,semoga kito labiah banyak mangkaji diri kito dari pado mangkaji urang lain,,,,semoga bermamfaat,,aamiin · · Bagikan · Sunting · 21 jam yang lalu





Tidak ada komentar: