Gaya Hidup Hedon Wakil Rakyat
Beberapa
waktu lalu, mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah menyentil tentang
gaya hidup para pejabat negara yang perlente dan cenderung hedonis.
Tanggapan beragam pun lahir, terutama dari para anggota DPR-RI di
Senayan, yang paling merasa tercubit.
Pernyataan Busyro sebenarnya
bukan hal baru dan hanyalah satu dari sekian banyak kritik umum dan
klasik yang sering dilontarkan terhadap para pejabat negara, khususnya
kalangan DPR-RI.
Apalagi di tengah krisis kepercayaan masyarakat
terhadap salah satu pilar demokrasi yang diwakili oleh para anggota
dewan yang mereka pilih dan percayakan untuk mengemban amanat untuk
mewakili kepentingan rakyat.
Masyarakat sudah skeptik, bosan, lelah,
serta marah dengan berita-berita miring tentang image DPR dan para
anggotanya. Dari masalah korupsi, ketidakhadiran di berbagai rapat
sehingga tidak memenuhi kuorum, rendahnya kinerja legislasi DPR dari
target Prolegnas yang ingin dicapai, perselingkuhan, gaya hidup hedon,
dan sebagainya.
Terakhir yang menyeruak adalah masalah pencitraan
tentang gaya hidup para pejabat negara, khususnya di lembaga legislatif
menjadi sorotan yang tajam dari publik. Apalagi ketika terlalu banyak
daftar buruk yang diberitakan, khususnya tentang DPR.
Belum reda pro
kontra tentang biaya perbaikan toilet gedung DPR yang mencapai angka
Rp2 Miliar, sudah datang lagi berita yang menyentil ketidakpekaan nurani
para wakil rakyat itu. Renovasi ruangan Badan Anggaran yang mencapai
Rp20 Miliar.
Belum lagi perabot ruangannya diisi dengan barang impor
kelas satu, yang sudah pasti harganya membuat rakyat jelata hanya
menelan ludah.
Ditengah permasalahan rakyat yang masih banyak
berkutat dalam pemenuhan kebutuhan paling substansial, alangkah rindunya
mereka melihat para pejabat atau anggota DPR tampil lebih bersahaja,
lebih peka, lebih berperasaan, dan membumi.
Memang gaya hidup adalah
pilihan, tapi disisi lain, ada masalah profesionalisme khususnya
tentang kinerja DPR yang kerap dinilai rendah, yang tercampur baur
dengan ekspektasi masyarakat terhadap idealnya sosok dan image anggota
dewan itu.
Mengharapkan agar gaya hidup ideal pejabat negara diatur
melalu undang-undang atau peraturan pun belum tentu menyelesaikan
masalah perang image ini. Karena membuat aturan pun membutuhkan waktu
dan sumber daya, belum lagi niat baik serta niat politik yang baik untuk
benar-benar membuatnya dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.
Gaya hidup yang mencolok dan berlebihan para pejabat negara ketika
diikuti dengan laporan kekayaan yang sebenar-benarnya dari pihak yang
bersangkutan dan sistem hukum, serta aparat hukum yang bekerja
seyogyanya seharusnya tidak menjadi masalah yang besar.
Tapi gaya
hidup yang tidak peka terhadap situasi rakyat dan negara yang
memprihatinkan, tetap harus mendapat ruang luas untuk dikritisi.
Bagaimanapun anggota DPR perlu ditempa untuk menyadari posisinya sebagai
wakil rakyat, yang idealnya peka terhadap kondisi rakyat, khususnya
para pemilihnya.
Kritik membangun dan selalu mengingatkan dari
publik bisa menjadi alat efektif setidaknya untuk memperingatkan anggota
DPR bahwa mereka selalu diawasi dan bahwa tidak mungkin jika perangai
dan kinerja mereka yang buruk akan membuat konstituen untuk tidak
memilih mereka kembal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar