RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Selasa, 24 Januari 2012

Injeksi Anggaran dan Citra Polisi

JEBLOKNYA citra polisi akibat anggotanya gemar merekayasa kasus, melakukan kekerasan terhadap tahanan, serta menembaki rakyat membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terganggu. Presiden pun Selasa (17/1) turun tangan, mengumpulkan seluruh petinggi Polri guna memberikan arahan khusus untuk menyelamatkan citra reformasi polisi.

Kepada para jenderal dan perwira menengah senior Polri, presiden memerintahkan seluruh anggota polisi tidak gemar mengumbar peluru kepada rakyat. Perintah ini disampaikan tepat waktu, yakni saat institusi di bawah presiden langsung tersebut tengah menjadi bulan-bulanan publik karena anggotanya begitu mudah mencabut pistol dan memuntahkan peluru.

Kekerasan pada tahanan kakak beradik di Sijunjung, penembakan petani di Mesuji, demonstran di Bima, eksekusi mati tanpa putusan pengadilan terhadap terduga teroris, penembakan guru ngaji di Sidoarjo, hingga penembakan sopir busway, adalah sekelumit contoh begitu mudahnya polisi menembaki rakyat.

Kita menunggu reaksi Polri merealisasikan perintah presiden tersebut. Apakah diabaikan seperti imbauan dan perintah presiden kepada birokrat? Apakah ada perbaikan menyeluruh? Atau mereda sementara, lantas kembali marak di masa depan?

Di samping memberikan rambu, Presiden SBY membawa gula-gula ke Trunojoyo. Di depan para petinggi polisi itu, presiden menjanjikan penambahan anggaran Polri Rp 8 triliun, menjadi Rp 48,89 triliun. Ini artinya anggaran Polri meningkat hampir Rp 10 triliun dalam dua tahun.

Anggaran tersebut akan dibelanjakan untuk menambah lebih dari 10 ribu personel Polri tahun ini, dan diproyeksikan menambah lebih dari 40 ribu anggota Polri dalam dua tahun ke depan. Menurut Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, rasio jumlah polisi dan rakyat saat ini 1 berbanding 613. Separuh dari rasio ideal, menurut analisis Polri, 1 polisi untuk 389 orang.

Kita berharap polisi yang direkrut bukan sekadar pencari kerja, melainkan hamba hukum yang sebenarnya. Kita berharap penambahan jumlah anggota polisi berbanding lurus dengan rasa aman, serta berbanding terbalik dengan rasa terancam. Ibarat pisau, kita berharap kuliner semakin bercita rasa, bukan putusnya jari-jari kita.

Kita berharap petinggi Polri mengalokasikan penambahan anggaran tidak sekadar menambah personel, melainkan juga memperbaiki kualitas personel yang sudah ada. Kita juga berharap anggaran penyelidikan yang dialokasikan di APBN benar-benar sampai ke penyidik. Tidak seperti di Polres Agam. Alokasi dana daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) yang sedianya untuk Satrekrim dan Bina Mitra, malah dikorupsi oleh komandannya.

Dengan demikian, penyidik tidak sampai harus melakukan akrobat dengan menghentikan penyelidikan satu kasus untuk melanjutkan penyelidikan kasus lain. Jangan terjadi lagi polisi ”mengoptimalkan potensi wilayah” untuk membiayai operasional polsek-polres, seperti yang kerap terjadi saat ini. Kesejahteraan anggota juga harus meningkat.

Bukan hanya dengan penambahan remunerasi, melainkan dengan memutus budaya setoran. Kita berharap polisi mampu meningkatkan keberhasilan penanganan kasus yang saat ini kurang dari 60 persen. Seperti pengungkapan kasus-kasus yang menyangkut kepentingan rakyat, seperti pencurian kendaraan bermotor, lebih meningkat. Tidak hanya 10 persen seperti saat ini. (*)

Tidak ada komentar: