RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Selasa, 10 Januari 2012

Pendidikan Karakter Berbasis ABS-SBK

Selasa, 10 Januari 2012 04:06
Karakter secara esensi subtansialnya adalah akhlak/jati diri kualitas puncak dari pribadi manusia yaitu insan kamil.
Banyak defenisi telah dikemukakan oleh para ahli tentang pendidikan karakter ini yang pada dasarnya adalah upaya mendidik dalam mem­biasakan diri untuk antara lain: berpikir, bersikap, ber­perilaku positif dengan rujukan agama dan budaya yang jelas.
Dalam Alquran surat Ar Rahman ayat 3-4: “Dialah yang menciptakan manusia, menga­jarnya pandai berbicara/be­rekspresi”. Allah SWT mem­beri kemampuan pada ma­nusia untuk menjelaskan apa yang ada dalam fikirannya dengan berbagai cara. Ber­bicara dan berujar atau berucap dan segala bentuk ekspresi lainnya dengan baik dan benar.
Allah SWT memberikan kepada manusia potensi berpikir untuk menilai yang tampak dan yang tidak tam­pak (yang gaib) dan menga­nalogikannya dengan yang tampak. Potensi untuk mengu­raikan sesuatu yang berada dan hidup dalam pikirannya dan hatinya serta menjelaskan dan mengembangkan/me­ngajar­kan kepada orang lain dengan perilaku dan ke­te­ladanan. Potensi menyem­purnakan dirinya dan orang lain sebagai makhluk sosial.
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di Bumi dalam arti membimbing semua makhluk menuju tu­juan penciptaanNYA. Artinya dalam proses pendidikan secara jelas manusia (pendidik dan anak didik) telah diberi potensi oleh Allah untuk saling menyempurnakan diri menjadi manusia yang ber­karakter, mempunyai jati diri, menjadi insan kamil (manusia seutuhnya dalam rumusan Pancasila kita)
Keberhasilan pendidikan karakter harus didukung oleh beberapa faktor antara lain, harus mempunyai rujukan agama dan budaya, ke­mam­puan guru mendidik anak didik untuk dapat berpikir normal, berpikir kritis, ber­pikir alternatif, berpikir kreatif dan berpikir mempertanyakan.
Kegagalan pendidikan kita selama ini disebabkan per­tama kurikulum yang dipakai lebih mengedepankan aspek kognitif (keilmuan dan ke­ahlian  ber­karya dan skil) dibandingkan dengan aspek afektif (pengem­bangan ke­pribadian, perilaku berkarya dan kehidupan ber­masya­rakatf). Kedua lebih menge­depankan pengajaran dari pendidikan.
Dalam proses pendidikan karakter yang sangat di­­perlukan adalah roll model/contoh/teladan,  dari orang tua/keluarga, guru dan ma­syara­kat yang pada saat ini sulit didapat. Nilai-nilai ke­tela­danan yang sengaja dibiaskan oleh perilaku tokoh-tokoh politik, birokrat dan acara-acara yang tidak punya ruju­kan moral dan etika yang diusung dalam budaya populer yang di belakangnya ka­pi­­talisme yang setiap waktu dijejalkan media elektronik dan cetak tanpa pagar dan saringan.Telah melahirkan ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat.
Pendidikan Karakter Ber­basis ABS-SBK
Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (ABS-SBK) adalah pedoman dasar ke­hidupan masyarakat Minang­kabau dan hanya ditujukan kepada masyarakat yang menganut adat dan budaya Minangkabau.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam ABS-SBK: Pertama, syara’ mandaki-adat manurun, dapat diartikan: Syara’(Islam) datang dari daerah pantai, sedangkan adat berkembang dari darek. Syara’ mengatur hubungan manusia  dengan Tuhan (men­daki), sedangkan  adat menga­tur hubungan sesama ma­nusia (manurun); Kedua adat mamakai-syara’ mangato, dapat diartikan: Syara’ (hukum Islam) memberikan fatwa/hukum/ketentuan-ketentuan menurut Islam, sedangkan adat menjalankan apa yang difatwakan itu. Syara’ adat basisampiang-syara’ ba­tilan­jang dapat diartikan: Adat mengandung kebijaksanaan-kebijaksanaan dan cara ter­sendiri dalam menjalankan aturan-aturannya. Sedangkan syara’ menjelaskan aturan-aturannya secara jelas, tegas dan tuntas.
Pendidikan karakter ber­basis ABS-SBK, dapat di­lakukan dengan mengimple­mentasikan dan me­ngapli­kasikan nilai-nilai yang ter­kandung dalam ABS-SBK ke dalam komponen pendidikan: murid, guru, metodologi/ kuri­kulum, materi pendidikan, sarana dan prasana. Sehingga akan menjadi perilaku dan amal perbuatan dengan cara menyelenggarakan pendidikan dan pemberian ilmu penge­tahuan dengan landasan keimanan dan ketaqwaan; dapat membentuk sikap ke­agamaan dan budaya, ter­buka, jujur, toleran, mem­punyai kepekaan nurani, membenci nepotisme, kolusi dan korupsi serta mencegah segala bentuk kejahatan, dan dapat membentuk prilaku sosial yang cerdas dan me­miliki kearifan dalam mem­pertahankan harga diri, kaum keluarga, suku, nagari, agama dan negaranya.
Mendidik, mengajarkan dan mencontohkan perilaku adat dan agama antara lain membaca dan memahami makna ayat Alquran dan hadist dan mengamalkannya dalam kehidupan; mengajar­kan dan memberikan ke­tela­danan akhlak (budi pekerti/ moral), membenci hal-hal yang bertentangan dengan ajaran dan aqidah Islam dan norma adat; mempunyai keberanian menegur, mencegah dan mem­beri petunjuk yang baik pada pelanggaran etika dan tata­susila; memberikan peng­hormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang tua, guru, ninik mamak, orang-orang pandai, para ulama, mubaligh, dan da’i.
Menjadikan kemandirian dan kreatif menjadi identitas dan jatidiri, antara lain ke­mandirian harus terus di­tum­buhkan dan dibina men­jadikan perilaku dan identitas, sehingga dapat menumbuhkan keper­cayaan diri sendiri dan mandiri; mendorong aktivitas dan kre­ativitas dalam semua ben­tuknya; mendorong untuk me­raih kejayaan dalam ber­bagai bidang dan aktivitas kehidupan, mulai dari tingkat lokal, regional dan inter­nasional (mambangkik batang tarandam).
Menjadikan disiplin, sopan santun sebagai  sikap dan prilaku guru dan murid, an­tara lain guru dan murid harus sama-sama menegak­kan disiplin dalam menepati waktu belajar dan waktu beribadat dan  memenuhi janji-janji lainnya; guru harus memberikan contoh, pen­cerahan dan bimbingan bagi murid-murid; murid dan guru harus menghormati dan me­menuhi hak dan ke­wajibannya; guru harus mendapatkan hak penghasilan dan hak ke­hidu­pan yang layak, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, dan murid harus menerima hak pendidikan dan penga­jaran yang layak dari guru.
Mengajarkan perilaku sosial  dan penampilan diri yang  beretika, bermoral dan be­rakidah dalam pendidikan informal di dalam keluarga dan lingkungan masyarakat terdekat. Dalam tata per­gaulan memperlihatkan budi luhur, beretika, bermoral sesuai dengan norma adat dan nilai Islam.Mempertahankan tatacara, tatakrama, perilaku yang baik, beradab dan ber­budi, berbahasa yang baik. Membiasakan berpakaian yang pantas sesuai dengan norma adat dan nilai Islam.
Pendidikan diberikan dan dikembangkan betul-betul sebagai aktivtas pendidikan, bukan pengajaran (hanya sekadar transfer  pengetahuan saja). Harus dilakukan pe­robahan secara bersamaan di tingkat metodologi, sistem dan sumber daya manusia (SDM) guru. Pengaruh lingkungan yang amat besar lewat media cetak dan elektronik yang tanpa saringan dijejalkan di mana mana. Harus ada ge­rakan bersama antara ; ke­luarga, guru dan masyarakat serta pemerintah.
Pemerintah bersama ma­sya­­rakat harus ber­tanggung­jawab terhadap akhlak dan moral bangsa dan menum­buhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Pendidikan karakter perlu segera di­­rumuskan, metodologi, sistem dan SDM guru harus di­siapkan,  apakah menjadi kurikulum tersendiri?” Atau disisipkan pada mata pe­lajaran yang berdekatan.

Tidak ada komentar: