oleh:Rina Pili
Dalam
hal ini Pemerintah Nagari dapat mengembangkan peran serta seluruh
masyarakat secara demokratis dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya
Minangkabau serta peranan lembaga Adat Nagari/ Kerapatan adat Nagari dan
lembaga unsur lainnya sebagai mitra dalam rangka pemberdayaan
masyarakat nagari masing-masing.
Sejarah
daerah Minangkabau berawal dari berdirinya Tiga Luhak yaitu : Luhak
Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Kota, Kemudian semakin
berkembangnya masyarakat maka terbentuklah wilayah-wilayah rantau, salah
satunya adalah Rantau Kelarasan XII Koto, dari Taratak menjadi Dusun,
dari Dusun menjadi Koto, dari Koto menjadi Nagari.
Konon
kabarnya dahulu rombongan Rantau daulat Sibaludu meneruskan perjalanan
sampai di Kuranji Sabatang Panjang mengankat penghulunya tertua dalam
daerah kuranji Sebatang Panjang diantaranya :
1. RKY. Kando Marajo
2. RKY. Bunsu
3. RKY. Tumbagindo
4. RKY. Lacumano
|
:
:
:
:
|
Caniago
Koto
Tanjung
Piliang
|
Didalam Wilayah XII Koto diantaranya :
1. Simpang
2. Sari Manih
3. Lambeh
4. Gajah Tapuruak
5. Malai
6. Sungai Garingging
|
7. Guguak
8. Koto Tinggi
9. Kuranji
10. Sungai Sirah
11. Gasan
12. Koto Panjang
|
Terdiri
Rajo Nan Batigo Basa Nan Sambilan Andiko Basa Nan Salapan, Penghulu
Pemuncak Adat ( Dasar) empat Penghulu Andiko Seratus Dua Puluh.
Kemudian
pada masa penjajahan Belanda pelarasan XII Koto terpecah menjadi Tiga
sebab memudahkan dalam pemerintahan Belanda waktu itu, karna terlalu
luas terdiri dari :
1. Pematang Aur Malintang dengan Rajo RKY. Sadeo
2. Pematang Malai dengan Rajo RKY.Dimalai
3. Pematang Kuranji Sebatang Panjang dengan Rajo RKY. Maharajo Lelo.
Kemudian
pada masa itu pemerintahan Belanda ingin lagi merampingkan
pemerintahannya sehingga Pematang kuranji Sabatang Panjang di bagi lagi
dalam bidang pemerintahan menjadi dua :
1. Kuranji Hulu
2. Kuranji Hilir
Namun
sampai sekarang kelarasan XII Koto tidak berobah masih terpelihara
dengan baik khususnya di bidang Adat namun dalam pemerintahan sudah
terpecah-pecah salah satunya Nagari Kuranji Hilir.
Sampai
tahun 1979 satuan pemerintahan terkecil di Sumatera Barat adalah
nagari, yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan
diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan
desa, status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong
ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus
dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa.
Namun
sejak bergulirnya reformasi pemerintahan dan otonomi daerah, maka sejak
pada tahun 2001, istilah "Nagari" kembali digunakan di provinsi
Sumatera Barat. Hal ini didasari dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah atau yang lebih dikenal
dengan istilah Undang-undang Otonomi Daerah, sehingga membuka peluang
bagi Pemerintahan Daerah (Pemda) untuk menggali aspek-aspek sosial
budaya setempat dalam mendukung pembangunan.
Peluang
ini dimanfaatkan oleh Pemda Propinsi Sumatera Barat dengan menetapkan
kembali Sistem Pemerintahan Nagari (SPM) sekaligus menjadikan kembali
nagari sebagai unit pemerintahan terbawah menggantikan desa yang
sebelumnya telah hampir satu generasi diberlakukan di daerah Sumatera
Barat. Peraturan Daerah
Propinsi Sumatera Barat nomor 9 tahun 2000 hanya mengatur hal yang
pokok-pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, sedangkan secara
detail dan teknis diatur oleh Pemerintah Kabupaten dengan peraturan
Daerah Kabupaten Padang Pariaman sesuai dengan kewenangan otonomi yang dimiliki dan keanekaragaman serta spesifik Nagari yang bersangkutan.
Pemerintahan
nagari merupakan suatu struktur pemerintahan yang otonom, punya
teritorial yang jelas dan menganut adat sebagai pengatur tata kehidupan
anggotanya, sistem ini kemudian disesuaikan dengan konstitusi yang
berlaku di Indonesia, sekarang pemerintah provinsi Sumatera Barat
menetapakan pemerintah nagari sebagai pengelola otonomi daerah terendah
untuk daerah kabupaten mengantikan istilah pemerintah desa yang
digunakan sebelumnya. Sedangkan untuk nagari yang berada pada sistem
pemerintahan kota masih sebagai lembaga adat belum menjadi bagian dari
struktur pemerintahan daerah.
Nagari
pada awalnya dipimpin secara bersama oleh para penghulu/datuk di nagari
tersebut, kemudian pada masa pemerintah Hindia-Belanda dipilih salah
seorang dari para penghulu tersebut untuk menjadi wali nagari (angku
palo). Kemudian dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu
oleh beberapa orang kepala jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh sekretaris nagari
(setnag) dan beberapa pegawai negeri sipil (PNS) bergantung dengan
kebutuhan masing-masing nagari. Wali nagari ini dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung untuk 6 tahun masa jabatan.
Yang
dimaksud pemerintahan Nagari dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera
Barat Nomor 9 tahun 2000 adalah kegiatan dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintah yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintah terendah tetapi
tidak lagi berada dibawah Camat karena Nagari merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal
usul yang bersifat istimewa. Oleh karena itu Pemerintah Nagari berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangga Nagari berdasarkan otonomi asli
yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar