“Tantangan global dan internal yang sedang kita hadapi, mengharuskan
kita semua untuk lebih memperkuat karakter, identitas dan jati diri kita
sebagai sebuah bangsa, bangsa Indoneia. Oleh sebab itu, perlu dan
pentingnya kita kembali memahami tentang 4 Pilar Kebangsaan yang
meliputi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI untuk
menangkal arus budaya luar dan keyakinan yang salah kaprah lagi
menyesatkan.”
Pendidikan moral akan berhasil apabila, guru memberi stimulus agar anak
didik memberi respon sesuai dengan keinginan pendidik, dan dengan stimulus,
respon itu anak didik diberi classical conditioning untuk menciptakan kondisi
belajar yang lebih kondusif. Agar tujuan pendidikan moral dapat tercapai, guru
dapat memberi hadiah kepada anak didik yang berhasil dan hukuman bagi yang
gagal, namun dalam koridor memanusiakan manusia. Proses stimulus dan respon
dalam pendidikan moral harus diberikan terus menerus dan terprogram, sehingga
anak SD akan memiliki habitus (pendidikan yang merubah perilaku) dalam
mewujudkan manusia Indonesia yang bermoral.
Dahulu, ketika zaman Orde Baru, ada semacam penataran massal yang berlangsung di pelbagai tempat, terutama di instansi-instansi pemerintahan, sekolah, dan kampus-kampus. Penataran massal itu bernama “Pendidikan Moral Pancasila”. Bagus sih tujuan penataran tersebut. Namun, apakah penataran tersebut memiliki efek yang dahsyat dalam mengubah masyarakat Indonesia menjadi insan-insan yang bermoral luhur atau memiliki akhlak yang baik, tentulah waktu yang membuktikannya.
Pendidikan moral akan berhasil apabila, guru memberi stimulus agar anak
didik memberi respon sesuai dengan keinginan pendidik, dan dengan stimulus,
respon itu anak didik diberi classical conditioning untuk menciptakan kondisi
belajar yang lebih kondusif. Agar tujuan pendidikan moral dapat tercapai, guru
dapat memberi hadiah kepada anak didik yang berhasil dan hukuman bagi yang
gagal, namun dalam koridor memanusiakan manusia. Proses stimulus dan respon
dalam pendidikan moral harus diberikan terus menerus dan terprogram, sehingga
anak SD akan memiliki habitus (pendidikan yang merubah perilaku) dalam
mewujudkan manusia Indonesia yang bermoral.
Dahulu, ketika zaman Orde Baru, ada semacam penataran massal yang berlangsung di pelbagai tempat, terutama di instansi-instansi pemerintahan, sekolah, dan kampus-kampus. Penataran massal itu bernama “Pendidikan Moral Pancasila”. Bagus sih tujuan penataran tersebut. Namun, apakah penataran tersebut memiliki efek yang dahsyat dalam mengubah masyarakat Indonesia menjadi insan-insan yang bermoral luhur atau memiliki akhlak yang baik, tentulah waktu yang membuktikannya.
Setelah
Orde Baru digantikan dengan orde yang lebih baru, penataran massal itu
pun menghilang. Terdengar ada sebuah konsep baru dalam menjadikan anak
didik dapat sekaligus dididik moralnya. Konsep baru itu bernama
pendidikan budi pekerti. Namun, tidak sebagaimana penataran massal zaman
Orde Baru, pendidikan budi pekerti ini hanya terdengar sayup-sayup dan
sepertinya kurang mendapat tempat di dunia pendidikan di Indonesia.
Rasulullah Muhammad saw. merupakan pendidik yang berhasil karena
memiliki keteladanan dan pribadi yang layak dicontoh. "Beliau selalu
melakukan apa yang beliau katakan. Pemimpin itu bukan hanya bisa
mengatakan ataupun memerintahkan, melainkan juga harus bisa mencontohkan
dunia pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan generasi
penerus yang terdidik dan bermoral. "Jika pintar tapi tidak bermoral,
bersiap-siaplah menunggu kehancuran bangsa ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar