Pendidikan bertujuan bukan hanya membentuk manusia yang cerdas
otaknya dan trampil dalam melaksanakan tugas, namun diharapkan menghasilkan
manusia yang memiliki moral, sehingga menghasilkan warga negara excellent. Oleh
karena itu pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, tetapi juga mentransfer nilai-nilai moral dan nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal. Oengan transfer moral bersifat universal, diharapkan peserta
didik dapat menghargai kehidupan orang lain tercermin dalam tingkah laku serta
aktualisasi diri, semenjak usia SO hingga kelak dewasa menjadi warga negara yang
baik
Oalam kenyataannya manusia Indonesia (khususnya anak-anak remaja)
di saat ini, kurang memperhatikan moral yang tercermin dari perilaku tidak
menghormati nilai-nilai kemanusiaan seperti terjadi tawuran remaja, kurang
menghormati orang tua, kurang mentaati norma-norma keluarga, hidup tidak
disiplin. Terlebih pada masa globalisasi manusia Indonesia cenderung
berperilaku keras, cepat, akseleratif dalam menyelesaikan sesuatu, dan budaya
instan. Manusia dipaksa hidup seperti robot, selalu berada pada persaingan tinggi
(konflik) dengan sesamanya, hidup bagaikan roda berputar cepat, yang membuat
manusia mengalami disorientasi meninggalkan norma-norma universal,
menggunakan konsep Machiavelli (menghalalkan segala cara), mementingkan
diri sendiri dan tidak memiliki moral yang baik, tidak menghargai, peduli,
mengasihi dan mencitai sesamanya (Haedar Nashir, 2007: 1).
Kebobrokan moral bangsa diawali oleh pemimpin-pemimpinnya
sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Sahetape, SH., guru besar emeritus
Universitas Erlangga. Surabaya yang mengatakan bahwa "pembusukan bangsa
ini bagaikan ikan yang rusak berawal dari kepalanya" (Wawancara. Agustus
2003). Para pemimpin negara pada hakekatnya tidak memperjuangkan
kepentingan rakyat, melayani masyarakat sebaik-baiknya, namun justru haus
kekuasaan dan haus materi untuk memuaskan diri (Kedaulatan Rakyat, Jum'at,
23 Maret 2007).
Oengan diberikannya pendidikan moral bagi anak SO diharapkan dapat
merubah perilaku anak, sehingga peserta didik jika sudah dewasa lebih
bertanggung jawab dan menghargai sesamanya dan mampu menghadapi
tatangan jaman yang cepat berubah. Oisinilah pentingnya nilai-nilai moral yang
berfungsi sebagai media transformasi manusia Indonesia agar lebih baik,
memiliki keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang; baik kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika,
kecerdasan logis, musikal, lenguistik, kecerdasan spesial (Habibah, 2007: 1).
Peran orang tua (guru) hanya sebatas memberi hal terbaik sesuai dengan jiwa
jaman yang sedang dihadapi saat ini, agar kelak peserta didi
otaknya dan trampil dalam melaksanakan tugas, namun diharapkan menghasilkan
manusia yang memiliki moral, sehingga menghasilkan warga negara excellent. Oleh
karena itu pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, tetapi juga mentransfer nilai-nilai moral dan nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal. Oengan transfer moral bersifat universal, diharapkan peserta
didik dapat menghargai kehidupan orang lain tercermin dalam tingkah laku serta
aktualisasi diri, semenjak usia SO hingga kelak dewasa menjadi warga negara yang
baik
Oalam kenyataannya manusia Indonesia (khususnya anak-anak remaja)
di saat ini, kurang memperhatikan moral yang tercermin dari perilaku tidak
menghormati nilai-nilai kemanusiaan seperti terjadi tawuran remaja, kurang
menghormati orang tua, kurang mentaati norma-norma keluarga, hidup tidak
disiplin. Terlebih pada masa globalisasi manusia Indonesia cenderung
berperilaku keras, cepat, akseleratif dalam menyelesaikan sesuatu, dan budaya
instan. Manusia dipaksa hidup seperti robot, selalu berada pada persaingan tinggi
(konflik) dengan sesamanya, hidup bagaikan roda berputar cepat, yang membuat
manusia mengalami disorientasi meninggalkan norma-norma universal,
menggunakan konsep Machiavelli (menghalalkan segala cara), mementingkan
diri sendiri dan tidak memiliki moral yang baik, tidak menghargai, peduli,
mengasihi dan mencitai sesamanya (Haedar Nashir, 2007: 1).
Kebobrokan moral bangsa diawali oleh pemimpin-pemimpinnya
sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Sahetape, SH., guru besar emeritus
Universitas Erlangga. Surabaya yang mengatakan bahwa "pembusukan bangsa
ini bagaikan ikan yang rusak berawal dari kepalanya" (Wawancara. Agustus
2003). Para pemimpin negara pada hakekatnya tidak memperjuangkan
kepentingan rakyat, melayani masyarakat sebaik-baiknya, namun justru haus
kekuasaan dan haus materi untuk memuaskan diri (Kedaulatan Rakyat, Jum'at,
23 Maret 2007).
Oengan diberikannya pendidikan moral bagi anak SO diharapkan dapat
merubah perilaku anak, sehingga peserta didik jika sudah dewasa lebih
bertanggung jawab dan menghargai sesamanya dan mampu menghadapi
tatangan jaman yang cepat berubah. Oisinilah pentingnya nilai-nilai moral yang
berfungsi sebagai media transformasi manusia Indonesia agar lebih baik,
memiliki keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang; baik kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan kinestika,
kecerdasan logis, musikal, lenguistik, kecerdasan spesial (Habibah, 2007: 1).
Peran orang tua (guru) hanya sebatas memberi hal terbaik sesuai dengan jiwa
jaman yang sedang dihadapi saat ini, agar kelak peserta didi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar