RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Selasa, 15 Mei 2012

saslah sala anak buah,,salah juo bapak buah

Istilah anak buah dan bapak buah kurang populer dalam masyarakat Minangkabau. Biasanya, jika merujuk kepada istilah pemimpin dan yang dipimpin dalam masyarakat Minangkabau menggunakan istilah mamak jo kamanakan.

Anak buah sepadan artinya dengan kemenakan, sedangkan bapak buah sepadan maksudnya dengan mamak. Tetapi, dalam tulisan ini, izinkan saya memakai istilah anak buah dan bapak buah. Mudah-mudahan istilah ini menjadi populer pula di masyarakat Minangkabau.

Salahkah kita memakai istilah anak buah dan bapak buah? Tidak salah, tetapi belum biasa dan tidak dibiasakan. Lalu, apa pula hubungannya dengan polisi kita? Saya sangat prihatin dengan keadaan polisi negara kita yang selalu dirundung malang.

Sudahlah bekerja tak kenal lelah siang dan malam, pagi dan sore hari, namun ada-ada saja yang menyebabkan citranya semakin terpuruk.


Sesungguhnya polisi negara kita tidaklah ingin citranya terpuruk. Tetapi, terkadang dalam menjalankan tugas, ada-ada saja yang menyebabkan citra itu rusak.

Misalnya, kejadian di Mesuji, Bima atau di Sumbar seperti di Maligi, Sawahlunto, dan terakhir di Polsek Sijunjung. Saya mengajak janganlah polisi terlalu dipojokkan secara keseluruhan. Sebab, yang berbuat mungkin oknumnya.

Kalau polisi selalu dipojokkan, nanti semangat mereka menurun atau berkurang sebagai penegak hukum, sebagai pelayan masyarakat, sebagai pelindung masyarakat, dan sebagai pengayom masyarakat.

Jika itu terjadi, yang rugi tentu masyarakat juga. Sekarang polisi sebagai penegak hukum, sebagai pelayan masyarakat, sebagai pelindung masyarakat, dan sebagai pengayom masyarakat bangkitlah jangan patah semangat. Bekerjalah dengan ikhlas, jujur, benar dan lillahi ta’ala. Insya Allah surga menanti kelak.


Kita menyadari tugas polisi semakin hari semakin berat. Jumlah mereka sangat terbatas—sementara beban tugas semakin banyak dan terus bertambah. Bila kita lihat perbandingan polisi di Indonesia, baru mencapai 1:600 orang. Artinya, 1 orang polisi harus melindungi, mengayomi, dan melayani 600 orang masyarakat.

Itulah sebabnya, di Indonesia dibentuk Forum Komunikasi Kemitraan Polisi Masyarakat (FKKPM) di seluruh Indonesia oleh Kapolri. FKKPM itu di dalamnya bergabung polisi sebagai petugas negara dan anggota masyarakat tergabung dalam FKPM.


Sementara di negara maju, misalnya di Jepang, waktu saya ditugaskan Kapolri ikut Pelatihan Polmas di Jepang Juli 2009 selama 10 hari, di Jepang perbandingan polisi dan masyarakat 1:140 orang. Saya waktu di Jepang bertanya, mengapa 140 orang. Jawab mereka bahwa kekuatan seorang polisi sebagai penegak hukum, juga melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat adalah 40 orang di depan, 40 orang di belakang, 40 orang di kanan, dan 40 orang di kiri.

Jumlah ini sepadan dengan ajaran Nabi Muhammad bahwa nabi juga waktu memimpin perang, satu orang panglima atau komandan perang, harus mampu mengendalikan anak buahnya 140 orang dan harus mampu pula membunuh musuh 140 orang minimal.

Jadi, satu orang komandan perang yang ditugaskan Nabi Muhammad mampu memelihara atau mengendalikan anak buahnya 140 orang sebagai orang baik-baik lagi terlatih, dan mampu pula membunuh musuh sebanyak 140 orang sebagai orang penantang Islam. Demikian hebatnya taktik dan strategi perang Nabi Muhammad SAW.


Lalu, apa kaitannya dengan anak buah dengan bapak buah? Sistem kepemimpinan Minangkabau diungkapkan, sasalah salah mamak salah juga anak kemanakan, tetapi sesalah-salah mamak, kemenakan minta maaf. Saya gunakan istilah di atas, sasalah salah anak buah tetap salah bapak buah.

Bila kita kaitkan kejadian meninggalnya dua anak bawah umur di Polsek Sijunjung, diduga beberapa kalangan meninggalnya tidak wajar. Sebelumnya, bapak buah sudah bicara bahwa meninggalnya kedua tahanan itu disebabkan gantung diri. Setelah ada kecurigaan dari keluarga korban, diduga anaknya mati tidak wajar, maka hampir semua komponen yang berkompeten menulusuri kejadian satu per satu.


Dugaan sementara ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh pihak kepolisian. Jika benar, maka rumus sistem kepemimpinan Minangkabau akan mengena kepada bapak buah. Anak buah diberikan ajaran adat dan syaral secukupnya, sedangkan bapak buah gadiang dipiuah, balang dikikih, gigi ditanggaan.

Gading punya gajah sebagai lambang jabatan. Balang punya harimau sebagai lambang kekuasaan. Gigi punya buaya sebagai lambang pangkat. Artinya, jabatan gajah dicopot, kekuasaan harimau dikuluih, pangkat buaya diambil.

Gajah dikembalikan ke bangawan, harimau dikembalikan ke gulang-gulang, buaya dikembalikan ka kubangan. Dengan harapan, gajah tiba di bangawan kembali ke sifat gajah yang sebenarnya.

Harimau kembali ke gulang-gulang mencahayakan belangnya, sedangkan buaya kembali ke kubangan untuk membersihkan gigi dan taringnya. Siapa yang mengembalikan gajah ke bangawannya adalah mamak gajah. Siapa yang mengembalikan harimau ke gulang-gulangnya adalah inyiak harimau.

Siapa yang mengembalikan buaya ke kubangannya adalah datuak buaya. Semoga gajah kembali ke bangawannya menjadi gajah yang berwibawa, semoga harimau kembali ke gulang-gulangnya menjadi harimbau yang berharkat, semoga buaya kembali ke kubangannya menjadi buaya yang bermartabat.


Pemimpin di Minangkabau memang berat tugasnya. Karena ia disumpah dan diamanah oleh adat dan syarak. Pemimpin di Minangkabau harus berani berbuat dan berani bertanggung jawab. Artinya, setiap tangan yang mencincang haruslah bahu yang memikul.

Tidak ada komentar: