Ketua DPRD Sumatera Barat Yulteknil menilai sebagian besar anak Minang sudah tidak mengenal lagi adat budaya sendiri.
'Hal ini telah menyadarkan kita bahwa pemahaman nilai adat dan budaya Minang sudah bergeser terlalu jauh dalam kehidupan masyarakat di Sumbar saat ini,' katanya di Padang, Minggu.
Yulteknil mengisyaratkan kerisauannya terjadi pergeseran budaya Minang itu dalam rapat kerja Pemprov Sumbar dan pemerintah kabupaten/kota serta para wali nagari, kepala desa dan lurah angkatan I tahun 2012.
Menurut dia, sebagian besar generasi muda Minang saat ini juga tidak lagi memahami kewajiban apa yang melekat pada mereka sebagai 'anak nagari', apalagi mereka lebih bangga dengan budaya asing yang dianggap moderen dan menafikan budaya daerah ini.
Padahal, kata dia, adat dan budaya Minang itu sendiri memiliki nilai luhur dan penuh petunjuk serta bimbingan sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
Ia menyebutkan, untuk mencari solusi permasalahan tersebut, pada akhirnya akan bermura kepada peningkatan fungsi dan peranan kepemimpinan Minangkabau yang disebut 'tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin' (kerjasama tiga pemimpin masyarakat yakni pemerintah, tokoh adat dan alim ulama, red) di dalam kehidupan bernagari.
Hidup bernagari adalah pola tatanan masyarakat Minangkabau yang bercirikan pemerintahan yang melaksanakan adat budaya dan agama di tanah Minang.
Karena itu, kata Yulteknil, diharapkan para wali nagari di Sumbar dan alim ulama untuk tidak bosan mendidik masyarakat untuk menerapkan kembali kehidupan 'bernagari'.
Kehidupan bernagari juga telah menjadi tujuan masyarakat Minang untuk menghidupkan kembali sistem pemerintahan nagari, dalam hal ini para wali nagari dan lembaga kerapatan adat nagari (KAN) memfungsikan kembali balai adat dan 'medan nan bapaneh' (wadah pertunjukan dan pelestarian adat budaya Minangkabau, red).
'Hidupnya kembali balai adat dan 'medan nan bapaneh' akan menjadi sarana menggerakkan dan menumbuhkan minat anak nagari dalam mempelajari adat istiadat serta kesenian tradisional Minang yang telah lama hilang
'Hal ini telah menyadarkan kita bahwa pemahaman nilai adat dan budaya Minang sudah bergeser terlalu jauh dalam kehidupan masyarakat di Sumbar saat ini,' katanya di Padang, Minggu.
Yulteknil mengisyaratkan kerisauannya terjadi pergeseran budaya Minang itu dalam rapat kerja Pemprov Sumbar dan pemerintah kabupaten/kota serta para wali nagari, kepala desa dan lurah angkatan I tahun 2012.
Menurut dia, sebagian besar generasi muda Minang saat ini juga tidak lagi memahami kewajiban apa yang melekat pada mereka sebagai 'anak nagari', apalagi mereka lebih bangga dengan budaya asing yang dianggap moderen dan menafikan budaya daerah ini.
Padahal, kata dia, adat dan budaya Minang itu sendiri memiliki nilai luhur dan penuh petunjuk serta bimbingan sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
Ia menyebutkan, untuk mencari solusi permasalahan tersebut, pada akhirnya akan bermura kepada peningkatan fungsi dan peranan kepemimpinan Minangkabau yang disebut 'tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin' (kerjasama tiga pemimpin masyarakat yakni pemerintah, tokoh adat dan alim ulama, red) di dalam kehidupan bernagari.
Hidup bernagari adalah pola tatanan masyarakat Minangkabau yang bercirikan pemerintahan yang melaksanakan adat budaya dan agama di tanah Minang.
Karena itu, kata Yulteknil, diharapkan para wali nagari di Sumbar dan alim ulama untuk tidak bosan mendidik masyarakat untuk menerapkan kembali kehidupan 'bernagari'.
Kehidupan bernagari juga telah menjadi tujuan masyarakat Minang untuk menghidupkan kembali sistem pemerintahan nagari, dalam hal ini para wali nagari dan lembaga kerapatan adat nagari (KAN) memfungsikan kembali balai adat dan 'medan nan bapaneh' (wadah pertunjukan dan pelestarian adat budaya Minangkabau, red).
'Hidupnya kembali balai adat dan 'medan nan bapaneh' akan menjadi sarana menggerakkan dan menumbuhkan minat anak nagari dalam mempelajari adat istiadat serta kesenian tradisional Minang yang telah lama hilang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar