Sederhana Dalam Membelanjakan Harta
Sederhana Dalam Membelanjakan Harta
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkan karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.” (Q.S. Al Israa’: 29)
Sifat Ibadurrahman yang Kelima: Sederhana dalam membelanjakan harta.
Islam mengajarkan sikap pertengahan (sederhana) dalam segala perkara,
termasuk dalam hal membelanjakan harta yang dimiliki. Yaitu tidak
berlebihan dan tidak pula kikir.
Tidak ada salahnya
Ibadurrahman memiliki harta. Toh harta dalam pandangan Islam merupakan
karunia Ilahi yang diusahakan manusia dan nikmat yang harus disyukuri
dan juga merupakan amanat yang harus dipelihara. Bagi Ibadurrahman,
harta adalah karunia Allah yang diserahkan dan dipercayakan kepada
manusia untuk mengurus dan mengembangkannya.
Allah SWT telah
memberikan petunjuk dalam hal yang berhubungan dengan harta. Yang
berkaitan dengan cara mendapatkannya (yaitu harus dengan cara yang halal
sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan), cara mengembangkan nya,
cara membelanjakannya, dan cara menyalurkannya. Boleh jadi manusia
berusaha mengumpulkan harta dari cara-cara yang halal. Tapi setelah itu
dia menjadi kikir untuk memenuhi haknya, bakhil membelanjakannya untuk
hal-hal yang disukai dan diridhai Allah atau sebaliknya, dia
menghambur-hamburkannya kesana kemari tanpa ada manfaat apapun.
Jika seseorang hidup sederhana, tidak bakhil dan tidak kikir, tidak
boros dan berlebih-lebihan, maka itu merupakan dalil (pertanda)
kedalaman pengetahuan dan cahaya ilmunya. Dia berjalan di tengah, dan
sebaik-baik urusan adalah pertengahannya. Islam menuntut ummatnya untuk
menafkahkan sebagian dari harta mereka, dan tidak menuntut mereka
menafkahkan semua harta yang di miliki. Ketika Allah mewajibkan manusia
untuk mengeluarkan zakat, maka zakat yang dikeluarkan itu hanya beberapa
persen dari harta yang dimiliki, dan tidak membebankan mereka dengan
jumlah yang terlalu banyak.
Ibadurrahman sangat jauh dari sifat
kikir dan bakhil, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dermawan, namun
tidak boros dalam membelanjakan hartanya. Orang kikir yang begitu erat
menggenggam hartanya, bak kata pepatah, “Laksana air dalam genggaman,
tak setetespun yang mengalir.” Adalah orang-orang yang sangat dimurkai
Allah. Ia meyakini harta yang ada padanya mutlak miliknya karena
diperoleh dari usahanya sendiri, sehingga ia lupa kewajiban yang telah
diperintahkan Allah kepadanya dengan hartanya itu. Ia enggan
membelanjakan sebagian hartanya fisabilillah dengan berinfaq,
bersedekah, bahkan mereka enggan mengeluarkan zakat. Allah SWT mengancam
mereka yang bakhil dan kikir dengan azab api neraka yang dahsyat.
Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah ayat 34-35:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ اْلأَحْبَارِ
وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ
وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا
كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
“…. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya di jalan Allah (fi sabilillah), maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam beraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung merela (lalu dikatakan) kepada mereka;
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu dimpan itu.”
Rasullah SAW juga memperingatkan ummatnya agar menjauhi sifat kikir
karen sifat kikir mengakibatkan manusia saling benci, putus hubungan
kekeluargaan dan persaudaraan, timbul kesenjangan, jurang pemisah antara
si miskin dan si kaya, bahkan bisa terjadi saling menumpahkan darah.
1 komentar:
Allah SWT telah menggambarkan kepada kita tentang suatu masyarakat yang kehidupannya penuh dengan persaudaraan dan kasih sayang di antara mereka. Solidaritas mereka begitu tinggi, yang kaya memperhatikan yang miskin, dan yang mampu dan kuat membantu yang lemah. Itulah masyarakat Madinah yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan begitulah gambaran ikatan persaudaraan antara kaun Anshar dan Muhajirin. Mereka adalah orang-orang yang jauh dari sifat kikir dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keberuntungan dari Allah SWT.
Disamping tidak kikir, Ibadurrahman sangat dermawan, katakanlah bahwa mereka sangat “hobby” dalam berinfaq di jalan Allah, dan mereka tidak berlebih-lebihan dalam menafkahkan hartanya kepada orang lain, meskipun sebenarnya tidak ada istilah berlebih-lebihan dalam kebaikan. Artinya mereka tiada membelanjakannya dalam kedurhakaan kepada Allah. Ibadurrahman sangat yakin bahwa setiap harta yang ia nafkahkan di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik dan yang lebih banyak, tidak ia rasakan di dunia, namun balasannya pasti ia nikmati di akhirat kelak.
Sebagai penutup, marilah kita hayati dan renungkan firman Allah dalam hadits Qudsi berikut ini yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi yang bersumber dari Abu Hurairah r.a:
“Wahai anak Adam! Jika engkau mendermakan kelebihan hartamu, maka kebaikanlah bagimu. Tetapi sekiranya engkau menggenggamkan tanganmu (karena kikir), maka keburukanlah bagimu. Engkau tidak akan dicela (oleh Allah) atas kehidupan yang pas-pasan (tidak berkelebihan tapi qana’ah – selalu puas dengan apa yang ada), dan mulailah (menafkahkan harta) dengan orang yang engkau tanggung (dengan memberikan nafkah belanja seadanya). Dan tangan di atas (memberi) lebih baik dari tangan di bawah (meminta).”
Posting Komentar