RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Minggu, 25 Maret 2012

Siapa Sebenarnya Ninik Mamak Itu ?

Pada akhir-akhir ini sering kita membaca, mendengar melalui mas media surat kabar, dimana ada pihak-pihak yang memperkatakan status dan kedudukan Ninik Mamak ditengah-tengah masyarakat dengan macam variasinya.

- Bahwa ninik mamak kini tidak berfungsi di lingkungan anak kemenakannya.
- Ninik mamak mendapat tantangan dalam penyelesaian anak kemenakannya, sehubungan ada Perda No 13 Tahun 1983.
- Kemerosotan wibawa ninik mamak di Sumbar menyebabkan KAN belum berjalan.
- Sebagian ninik mamak seperti harimau ompong,
- Dan lain-lainnya.
Terlepas dari isi dan tujuan dengan judul kata-kata sebagaimana diuraikan diatas, yang ditujukan kepada ninik mamak semata, kurang enak didengar telinga dan mengandung maksud yang sukar untuk diartikan.
Diantara kata-kata tersebut dapat diartikan menjatuhkan wibawa dan martabat serta memojokkan ninik mamak dalam pembangunan sekarang. Juga dapat menimbulkan salah pengertian oleh generasi muda, bahwa ninik mamak itu seakan tidak mampu dan tidak sanggup berbuat apa-apa.
Sebenarnya pihak pihak yang memberikan tanggapan tersebut dengan judul sebagaimana dimaksudkan, terdapat giliran pandangan dalam menanggapi sesuatu yang belum jelas tentang duduk masalahnya, sehingga dalam memberikan tanggapan "asbun" (asal bunyi) saja, seharusnya tanggapan-tanggapan seperti itu tidak terjadi.
Dalam materi kata-kata yang disajikan setelah dipelajari dan diperhatikan kalimat demi kalimat, jelas terdapat kekeliruannya, dimana pihak pihak yang memberikan tanggapan sebagaimana yang disebutkan diatas, tidak terperinci dan menyamaratakan saja.
Mamak, Ninik Mamak, Mamak Pemangku Adat, Penghulu dan KAN. Padahal funsi, tugas dan tanggung jawab masing masing berbeda satu sama lainnya.
Untuk jelasnya dapat diuraikan sebagaimana berikut:
1. MamakAdalah seorang yang ada hubungannya dengan ibu kita, umpamanya saudara laki-laki adik atau kakaknya, atau yang sama fungsinya dengan itu.
2. Ninik Mamak
Adalah seorang laki-laki dari suatu kaum telah dituakan dan jadi "tampek baiyo dan bamolah" (bermusyawarah) walupun iya masih muda. Dalam hal ini termasuk mamak kepala jurai dan mamak kepala waris dalam kaum, apakah dia alim ulama, cerdik pandai, pemuka masyarakat, buruh, petani atau sebagai pejabat sekalipun. Karena itu kita sering mendengar dalam pertemuan dan rapat-rapat kata-kata yang diucapkan oleh penceramah/pembicara menyebutkan "Ninik mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai.
3.  Ninik Mamak Pemangku Adat
Adalah seorang Ninik Mamak di beri tugas oleh kaumnya didalam nagari, seperti:
a.      Imam Khatib dengan tugas tertentu
b.      Labai/Pandito dengan tugas tertentu.
c.       Rang Tuo Adat/Ninik Mamak dengan tugas tertentu
d. Dan lain lain.
Dan ini dijamukan dalam nagari, digelarkan gelar pusaka menurut adat. Orang orang ini didalam adat dapat di ibaratkan "garundang gadang di kubangan" kecuali pandito merupakan suluh bendang dalam nagari menurut adat.
4.  Penghulu
Adalah seorang ninik mamak dalam kaum/suku, berdasarkan sarat-sarat yang cukup menurut adat, diangkat jadi pucuk pimpinan di dalam nagari, dijamukan, serta dilewakan gelar pusakanya ditengah-tengah masyarakat dalam Nagari, sehingga seorang itu resmi jadi penghulu, dan dalam adat disebutkan "Ikan Rayo di Lautan"   Penghulu itu bertugas menurut adat :
           Kusuik akan manyalasaikan
           Karuah akan manjaniahkan
           Mambalah taampuluo
           Manimbang samo barek
           Bakato bana bajalan luruih
           Biang nan akan manabuakkan
           Gantiang akan mamutuihkan
           Kato putuih hokum bajalan

Dan kalau dapat diumpamakan, penghulu jabatan tertinggi menurut adat. Penghulu dapat diberhentikan bilamana melanggar undang undang, diantaranya disebut menurut adat undang undang "nan duo puluah"  Sedangkan untuk Datuk tidak dapat diberhentikan, karena sifatnya "Patah tumbuah hilang baganti" karena itu seorang penghulu mesti datuk, tetapi datuk belum tentu penghulu.
Sebenarnya penghulu itu kalau dilihat sepanjang adat, pada saat ini tidak ada lagi, ini ada semasa pemerintahan "Bundo kanduang jo Dang Tuanku" di Pagaruyuang, jelasnya struktur dan sikonnya tidak mengijinkan lagi, sebutlah keberadaannya disaat ini dipandang tidak diperlukan.
Dan kalau kita berbicara dalam hal ninik mamak/penghulu itu tidak berfungsi, tidak berwibawa, dan lain sebagainya, harus kita mengkaji standard manakah yang dipakai menjadi ukuran.
Apakah pada saat pemerintahan Bundo Kanduang jo Dang Tuanku di Pagaruyuang, Apakah semacam kompeni penjajahan pada zaman dulu, atau semasa pemerintahan ORBA.
Penilaian berfungsi tidaknya Ninik mamak/penghulu itu ditengah-tengah masyarakat hendaknya disesuaikan dengan zamannya, dengan demikian kita tidak akan tersalah dan keliru dalam memberikan tanggapan dan penilaian.
Apalagi yang memberikan pendapat dan tanggapan itu termasuk juga dalam golongan ninik mamak, entah dianya berasal dari seberang sana. Sebaiknya kita merasa lebih dahulu, sepanjang mana kesadaran kita dalam mengamalkan ajaran adat itu selaku orang beradat, sebab adat itu bukanlah diperuntukkan untuk kepada ninik mamak tetapi menjadi tanggung jawab kita semua sebagai orang minangkabau kecuali sudah tidak beradat lagi maka dengan sendirinya ninik mamak pemangku adat/penghulu itu lenyap juga.
Untuk itu penulis menghimbau dan mengajak kita semua, janganlah terlalu pagi menyalahkan orang lain, sedangkan kita sendiri belum mampu berbuat baik.
Dan pada zaman sekarang, kalau boleh kita katakana, bahwa ninik mamak/penghulu cukup berfungsi dengan baik, berwibawa serta berdaya guna dan mengwujudkan pembangunan  di semua bidang. Hal ini cukup terbukti, bahwa ninik mamak pemangku adat kini ada yang jadi mentri, anggota DPR/MPR, Gubernur dan puluhan lain yang duduk di dalam dinas dan jawatan pemerintah, sedangkan zaman dulu paling tinggi jabatan ninik mamak itu, angku Palo Nagari.
Sementara itu ada pula pihak-pihak yang berceloteh supaya K.A.N. (Kerapatan Adat Nagari) itu dibubarkan saja, karena para ninik mamak/penghulu tidak mampu menyelesaikan persengketaan tanah ulayat di dalam negeri, pendapat demikian sangat keliru dan harus diluruskan, sebab kalau satu lantai yang patah janganlah sampai rumah gadang di bongkar karena ninik mamak/penghulu adalah pribadi seseorang, sedangkan K.A.N adalah wadah dan sama halnya dengan pengadilan negeri dan Hakim, dan bilamana Hakim salah menerapkan hokum, jangan pengadilan yang di obrak abrik dirusak dan lain sebagainya. Juga sama halny bilamana penghulu ada kekeliruan dalam menjalankan hokum adat di tengah tengah masyarakat, bukan K.A.N. di bubarkan, tetapi penghulu itu yang ditingkatkan pengetahuannnya.
Dalam hal ini patut juga kita ketahui, seandainya terdapat kelemahan dan kekurangan pada pribadi seseorang  pada ninik mamak/pemangku adat/penghulu umpamanya, siapa yang harus kita persalahkan dalam hal ini, dirasa kita turut bertanggung jawab untuk meluruskan jalannya.
Untuk ini penulis sependapat dengan sekretaris LKAAM sebagaimana yang diberitakan harian Singgalang rabu tgl 30 Mei 1990 dengan judul "Banyak penghulu belum berfungsi menurut adat".
Dalam kenyataan dapat kita lihat, bahwa berfungsi tidaknya sesorang itu, ditentukan oleh wewenang dan kekuasaan yang ada ditangannya, atau dengan kata lain adanya factor pendukung yang setiap saat dapat dipergunakan. Dan sebagai contoh dapat kita lihat pada zamannya Angku Palo Nagari dulu dimana dia disegani dan dihormati oleh rakyatnya.
Dan mengetahui bahwa ada suatu wewenag dan kekuasaan berada ditangannya, sehingga bilamana dia berkata putih, semua rakyak mengatakan putih dan tidak seorangpun berani mengatakan hitan dan lain sebagainya.
Akhir kata penulis mengajak kita semua tampa kecuali, marilah kita menjauhkan diri dari menuding orang lain dan memperkatakan segala kelemahannya, serta tidak menggeneralkan permasalahan.

Tidak ada komentar: