Sejarah perjalanan kemerdekaan Republik Indonesia pernah melewati masa krisis ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta sejumlah menteri ditangkap Belanda dalam Agresi Militer II pada 22 Desember 1948. Namun keberadaan Republik Indonesia dapat diselamatkan dengan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Menurut sejarawan Mestika Zed, beberapa jam sebelum ditangkap, Soekarno mempersiapkan mandat yang belum sempat disiarkan secara resmi. Dalam mandat itu, Soekarno memerintahkan agar Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara membentuk pemerintahan alternatif di luar Yogyakarta. "Ketika Yogyakarta diduduki Belanda dan tokoh puncak ditangkapi pihak RI seperti kehilangan induk. Soekarno kemudian memberikan mandat kepada Syafruddin," cerita sejarawan tersebut. Mestika mengatakan Syafruddin kemudian langsung menjalankan tugas itu untuk membentuk PDRI. Daerah Kenagarian Koto Tinggi, Kabupaten 50 Kota, Sumatra Barat, kemudian dipilih Syafruddin sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas PDRI. Sebelumnya aktivitas PDRI juga sempat berpindah-pindah dari Bukittinggi, Alaban hingga akhirnya ke Koto Tinggi untuk menghindari endusan Belanda. Meski Koto Tinggi saat ini hanya sebuah nagari kecil tapi masyarakatnya masih mengingat peristiwa bersejarah yang terjadi di kampung mereka tersebut. Datuk Siri, warga Koto Tinggi yang melihat kedatangan PDRI, mengatakan sebelum PDRI bermarkas di sini daerahnya juga sempat dijadikan markas pejuang kemerdekaan lokal. "Tempat ini sangat strategis. Sebab logistik atau makanan bisa masuk dari segala penjuru daerah mulai dari barat, timur, utara, dan selatan," ucap dia menceritakan kedatangan PDRI saat itu. Selama kurang lebih tujuh bulan PDRI menjalankan aktivitasnya di Koto Tinggi hingga 4 Juli 1949. Tim Perjalanan Merdeka SCTV baru-baru ini berkunjung ke Kantor PDRI di Koto Tinggi. Di tempat itu, terdapat dua rumah yang pernah dijadikan Syafruddin bersama rombongannya untuk membicarakan pembentukan PDRI. Menurut Datuk Bandoro Mudo, saksi sejarah, dirinya sempat menyaksikan sendiri kedatangan rombongan Syafruddin ketika berusia 14 tahun. Rombongan PDRI itu datang dan langsung mengadakan pertemuan di Kantor PDRI tersebut. "Setelah 22 Desember, empat hari kemudian datanglah rombongan PDRI dengan membawa radio mini milik AURI untuk membentuk pemerintahan PDRI," ujar dia. Pemancar radio tersebut digunakan untuk komunikasi dengan komando Jawa dan luar negeri. Kala itu, Belanda tidak pernah bisa menemukan dari mana sinyal radio AURI tersebut bersumber. Setelah PDRI dibentuk, beberapa bulan kemudian Soekarno dibebaskan dan mengambil kembali kepemimpinan RI. Misi penting PDRI akhirnya terselesaikan untuk mempertahankan keberadaan Indonesia di mata dunia. Monumen PDRI di Koto Tinggi kini masih terlihat berdiri dengan kokoh sebagai tanda penghargaan pemerintah RI kepada masyarakat Ranah Minang. Kehadiran Syafruddin meski cukup singkat memberi kesan tersendiri bagi masyarakat Koto Tinggi. Masyarakat Sumbar sudah lama meminta pembentukan PDRI diakui sebagai bagian sejarah dari pemerintahan RI. Namun, permintaan itu selalu kandas. Untuk menghormati perjuangan Syarfrudin, Gubernur Sumbar Gamawan mengaku sedang mengajukan usulan tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara.(ZIZ/Dwi Anggia dan Jhonny Marcos)
wassalam
rina
1 komentar:
Kepara dunsanak nan punyo jalur mengankat fakta sepertti iko ka ievel nasional
Fakta sejarah nan sanak caritokan sungguh banyak Tapi indak masuk hetongan
Sia kini nan tau Jaan kan diluar daerah, anak sikolah rakyat di Ranah sendiri
bahwa urang Banuhampu nan banamo Asaat pernah jadi pejabat Presiden Rep
Indobnesia sewaktu Soekarno jadi Presiden RIS Sia nan tau bahwa dalam
pemgembalian Bukittinggi ketangan Republik salah satu pasukan yang mengambil
alih Bulittinggi - ibu kota Sumatra dari tangan Balando adalah Tentara Pelajar
( peran seperti iko indak ado di Jawa do ) Sungguh banyak yang lain peristiwa
bersejarah di Ranah nan diperlakukan seperti ketimun bungkuak hanya masuk
keranjang sajo
Posting Komentar