oleh:rina pili
AMATI sajalah lingkungan di sekitar, banyak cerita baru seharusnya perlu kita ke tahui. Yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, terserah orang mana sajalah mereka mengaku orang M inang, tahu adat, agama baso jo basi tetapi nak aluih baso jo basi pai antah kama!bagi para regenerasi tidak lagi mungkin tapi harus pena naman nilai tata karma sangat perlu di sosialisa sikan sejak dini oleh orang terdekat atau orang tua bekal untuk tumbuh dewasa apa lagi kelak mereka menjadi pemimpin nagari. Kalau ini di biarkan terus menerus lama-kelamaan secara tidak disadari akan menjadi virus, akan menular kepada rege nerasi lain yang menyusul akhirnya menjadi sebuah kebudayaan. Lalu dimana martabat kita sebagai orang Minang “nan tau jo ampek “. Oleh karena itu lingkungan keluarga dan lingkungan terdekat menjadi kompas sebagai pengarah generasi bermasa depan yang ber akhlak mulia dan terpuji, katanya ABS/SBK! Semua sudah ada hikmahnya.
Sering orang-orang bilang mulutmu adalah harimaumu dan akan menerkam dirimu sendiri. Ternyata setelah dipikir-pikir mulut itu sangat berbahaya bahkan sama bahayanya dengan mata pisau yang telah di asah. Mulutpun sangat sensitif dengan hati, jika mulut sudah kasar tak tahu jo kato nan ampek hati pasti ter lukai. Kalau sudah begini tau sajalah apa jadinya. Aluih jo basi, budaya Minang sangat terkenal dengan hlus dan tinggi bahasanya biarlah harimau di hati yang manis tetap keluar juga jika ingin menjadi orang Minang ber budi luhur, tergambar lewat kata-kata adat :
Nan kuriak kundi
nan merah sago
nan baiak budi
nan indah baso
Nak aluih baso jo basi adalah berbincang-bincang jangan dengan cara yang kasar, bertuturlah dengan bahasa yang halus lembut. Dalam bergaul kita perlu menjaga perasaan orang lain, bila tidak pandai men jaga perasaan orang mereka bisa tersinggung, marah atau jengkel. Kalaulah berbicara pembicaraan itu di letakkan pada tempatnya.
Hidup perlu berhubungan dengan orang lain mustahil manusia hidup sendiri kare na manusia adalah makhluk social bersama dalam ling karan kebudayaan. Bagi orang Minang yang berdarah perantau maka perantau banyak bergaul dengan orang lain karena bahasa (baso) orang tak dikenalpun bisa menjadi keluarga. Kacek urang “urang lua jadi induak samang”. Misalnya si peran tau bekerja pada suatu tem pat karena kesopanan nak aluih baso jo basinya bosnya yang sekalian menjadi in duak samang nan elok. Si perantau bisa menjadi tangan kanan. Basa basi adalah cara bersikap dan bertutur dalam pergaulan, dalam ajaran agama islam dise butkan “waqulu linnaasi husna”, artinya berkatalah sesama manusia itu dengan sebaik-baik perkataan.Dapat kita lihat pada kato adat dibawah:
Jan barundiang basikasek
jan bakato basikasa
jan bataratik bakato asiang
mahariak mahantam tanah
babana kaampu kaki
babanak kapangka langan
pandai maagak maagiahkan
pandai manyamo ratokan
di baliak baso katuju
muluik manih kucindan mu rah
Basa basi juga erat hu bungannya dengan rasa ma lu, rasa malu penting untuk dimiliki seperti pantun Mi nang kabau berikut ini :
Anak urang koto hilalang
nak lalu ka pasa basr
malu jo sopan jikolah hilang
ilanglah raso jo pareso
Rasa malu benteng bagi sopan santun dalam per gaulan di ibaratkan rumah tanpa pondasi akan hancur. Seseorang akan berusaha bersikap ideal sehingga ia segan untuk membuat kesa lahan dalam bertutur kata. Masalah disini bertuturnya yang dapat berimplikasi pada hal-hal negative. Sering kita jumpai jika ada anak-anak berkelahi sambil ber kata kotor, bukan sianak saja yang malu, malu surang malu basamo madsudnya jika seseorang yang berbuat hal memalukan maka seluruh kaum ikut menangung ma lunya “ lihat anak sianu, kamanakan sianu, kawan sianu sia amak jo abak e tu indak diajae jo induak e ma!! Seperti itulah malunya se mua orang kena, karena nila setitik rusak susu sebela nga.mamak dan kaum ca diak pandai orang yang dibanggakan martabatnya ikut rendah gara-gara sese orang anggotanya berbuat malu.
Mengembalikan nak luruih baso jo basi menjadi tang gung jawab kita bersama akan kesadaran beragama dan berbudaya sesutau perka taan seharusya di letakan sesuai tempatnya bagai mana tata cara berbicara dengan orang yang lebih besar, berbicara kepada teman yang sama besar, cara bertutur dengan orang yang lebih kecil dan bagaiman bertutur dengan orang su mando, besan serta orang lain yang di segani. Malulah Minang jika di cap indak tau jo kato nan ampek kema nalah muka akan di tem patkan jika rasa malu telah hilang. Tahu baso basi saling menegur dengan orang lain, ramah tamah dengan siapa saja ini menunjukan bahwa ia adalah orang yang yang tahu baso jo basi, kalau duduk. Duduk di lapau ja ngan langsung makan dan minum melainkan menyapa orang-orang di sekitar ter lebih dahulu, di tengah jalan, di bis dimanapun nan aluih baso jo basi tetap dilesta rikan. Di buktiksn melslui perbuatan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari percayalah ukhuwah akan bertambah meskipun tak saling mengenal.
AMATI sajalah lingkungan di sekitar, banyak cerita baru seharusnya perlu kita ke tahui. Yang berpendidikan dan tidak berpendidikan, terserah orang mana sajalah mereka mengaku orang M inang, tahu adat, agama baso jo basi tetapi nak aluih baso jo basi pai antah kama!bagi para regenerasi tidak lagi mungkin tapi harus pena naman nilai tata karma sangat perlu di sosialisa sikan sejak dini oleh orang terdekat atau orang tua bekal untuk tumbuh dewasa apa lagi kelak mereka menjadi pemimpin nagari. Kalau ini di biarkan terus menerus lama-kelamaan secara tidak disadari akan menjadi virus, akan menular kepada rege nerasi lain yang menyusul akhirnya menjadi sebuah kebudayaan. Lalu dimana martabat kita sebagai orang Minang “nan tau jo ampek “. Oleh karena itu lingkungan keluarga dan lingkungan terdekat menjadi kompas sebagai pengarah generasi bermasa depan yang ber akhlak mulia dan terpuji, katanya ABS/SBK! Semua sudah ada hikmahnya.
Sering orang-orang bilang mulutmu adalah harimaumu dan akan menerkam dirimu sendiri. Ternyata setelah dipikir-pikir mulut itu sangat berbahaya bahkan sama bahayanya dengan mata pisau yang telah di asah. Mulutpun sangat sensitif dengan hati, jika mulut sudah kasar tak tahu jo kato nan ampek hati pasti ter lukai. Kalau sudah begini tau sajalah apa jadinya. Aluih jo basi, budaya Minang sangat terkenal dengan hlus dan tinggi bahasanya biarlah harimau di hati yang manis tetap keluar juga jika ingin menjadi orang Minang ber budi luhur, tergambar lewat kata-kata adat :
Nan kuriak kundi
nan merah sago
nan baiak budi
nan indah baso
Nak aluih baso jo basi adalah berbincang-bincang jangan dengan cara yang kasar, bertuturlah dengan bahasa yang halus lembut. Dalam bergaul kita perlu menjaga perasaan orang lain, bila tidak pandai men jaga perasaan orang mereka bisa tersinggung, marah atau jengkel. Kalaulah berbicara pembicaraan itu di letakkan pada tempatnya.
Hidup perlu berhubungan dengan orang lain mustahil manusia hidup sendiri kare na manusia adalah makhluk social bersama dalam ling karan kebudayaan. Bagi orang Minang yang berdarah perantau maka perantau banyak bergaul dengan orang lain karena bahasa (baso) orang tak dikenalpun bisa menjadi keluarga. Kacek urang “urang lua jadi induak samang”. Misalnya si peran tau bekerja pada suatu tem pat karena kesopanan nak aluih baso jo basinya bosnya yang sekalian menjadi in duak samang nan elok. Si perantau bisa menjadi tangan kanan. Basa basi adalah cara bersikap dan bertutur dalam pergaulan, dalam ajaran agama islam dise butkan “waqulu linnaasi husna”, artinya berkatalah sesama manusia itu dengan sebaik-baik perkataan.Dapat kita lihat pada kato adat dibawah:
Jan barundiang basikasek
jan bakato basikasa
jan bataratik bakato asiang
mahariak mahantam tanah
babana kaampu kaki
babanak kapangka langan
pandai maagak maagiahkan
pandai manyamo ratokan
di baliak baso katuju
muluik manih kucindan mu rah
Basa basi juga erat hu bungannya dengan rasa ma lu, rasa malu penting untuk dimiliki seperti pantun Mi nang kabau berikut ini :
Anak urang koto hilalang
nak lalu ka pasa basr
malu jo sopan jikolah hilang
ilanglah raso jo pareso
Rasa malu benteng bagi sopan santun dalam per gaulan di ibaratkan rumah tanpa pondasi akan hancur. Seseorang akan berusaha bersikap ideal sehingga ia segan untuk membuat kesa lahan dalam bertutur kata. Masalah disini bertuturnya yang dapat berimplikasi pada hal-hal negative. Sering kita jumpai jika ada anak-anak berkelahi sambil ber kata kotor, bukan sianak saja yang malu, malu surang malu basamo madsudnya jika seseorang yang berbuat hal memalukan maka seluruh kaum ikut menangung ma lunya “ lihat anak sianu, kamanakan sianu, kawan sianu sia amak jo abak e tu indak diajae jo induak e ma!! Seperti itulah malunya se mua orang kena, karena nila setitik rusak susu sebela nga.mamak dan kaum ca diak pandai orang yang dibanggakan martabatnya ikut rendah gara-gara sese orang anggotanya berbuat malu.
Mengembalikan nak luruih baso jo basi menjadi tang gung jawab kita bersama akan kesadaran beragama dan berbudaya sesutau perka taan seharusya di letakan sesuai tempatnya bagai mana tata cara berbicara dengan orang yang lebih besar, berbicara kepada teman yang sama besar, cara bertutur dengan orang yang lebih kecil dan bagaiman bertutur dengan orang su mando, besan serta orang lain yang di segani. Malulah Minang jika di cap indak tau jo kato nan ampek kema nalah muka akan di tem patkan jika rasa malu telah hilang. Tahu baso basi saling menegur dengan orang lain, ramah tamah dengan siapa saja ini menunjukan bahwa ia adalah orang yang yang tahu baso jo basi, kalau duduk. Duduk di lapau ja ngan langsung makan dan minum melainkan menyapa orang-orang di sekitar ter lebih dahulu, di tengah jalan, di bis dimanapun nan aluih baso jo basi tetap dilesta rikan. Di buktiksn melslui perbuatan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari percayalah ukhuwah akan bertambah meskipun tak saling mengenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar