RANAH MINANG

Mounting created Bloggif Mounting created Bloggif

Rabu, 13 Maret 2013

TUANKU LINTAU ( ± 1770 -1832 )

Tuanku Lintau seorang ulama di Tanah Datar. Ia anak seorang penghulu bergelar Datuk Sinaro. Nama kecilnya Saidi Muning dan belajar di surau Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, melanjutkan pelajarannya di Natal dan Pasaman. Kemudian memimpin suraunya yang terletak di pantai di Pasaman. Semenjak itu ia dipanggil orang Tuanku Pasaman.
Pada tahun 1813, Tuanku Pasaman kembali ke kampung halamannya di Lintau, di lembah Sinamar. Ia berpendapat, misinya harus diarahkan pada pembaruan tingkah laku masyarakat di sekitar kerajaan Pagaruyung. Ia sangat terkesan dengan pembaruan yang dilakukan Tuanku Nan Renceh, di Kamang.
Muningsyah, Raja Pagaruyung, tidak menentang gerakan pembaruan yang dilakukan Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman di Lintau untuk perbaikan moral masyarakat Tanah Datar. Tetapi, kerajaan Pagaruyung dan beberapa desa-desa sekitarnya, acuh tak acuh terhadap kehidupan masyarakat. Mereka bahkan menunjukkan permusuhan, sehingga timbul pertentangan di tengah masyarakat.
Kerusuhan menjalar ke desa-desa sebelah timur Tanah Datar.
Tuanku Pasaman memutuskan mengakhiri sifat otonomi desa yang berlaku selama ini. Raja Pagaruyung tidak mempunyai niat untuk melakukan pembaruan. Sesungguhnya Pagaruyung telah lumpuh. Tuanku Pasaman berkesimpulan, prasyarat berhasilnya pelaksanaan idenya, ialah dengan jalan melaksanakan administrasi pemerintahan yang seragam di Tanah Datar. Tindakan yang akan dilakukannya ialah menyingkirkan keluarga kerajaan, dan menyerang desa-desa yang paling erat dengan kerajaan Pagaruyung. Ia yakin bahwa sistem kerajaan Pagaruyung menjadi penghalang cita-citanya.
Pada tahun 1815, ia mengajak Raja Alam beserta keluarga kerajaan lainnya untuk bermusyawarah di Koto Tangah, antara Barulak dengan Saruaso. Pada pertemuan itu tiba-tiba Tuanku Pasaman menuduh Raja Alam kurop dan tidak beragama. Ia memerintahkan menyerang raja. Banyak anggota keluarga Pagaruyung mati terbunuh dalam peristiwa itu, termasuk dua orang anak Raja Alam Pagaruyung. Raja Muningsyah bersama cucunya dapat meloloskan diri ke Lubuk Jambi. setelah terjadi Peristiwa Koto Tangah itu.
Tuanku Pasaman menyerang Lubuk Jambi pada tahun 1823 untuk dapat menguasai kota dagang di pantai timur melalui Sinamar. Tuanku Pasaman berusaha memperkuat kedudukannya di mata penduduk pusat kerajaan. Ia mengawini anak Raja Ibadat terakhir yang meninggal pada tahun 1817.
Kemudian ia memindahkan kedudukannya dari Sumpur Kudus ke Lintau dan menyatakan dirinya sebagai pemegang waris Raja Adat dan Raja Ibadat. Semenjak itu pula ia lebih dikenal dengan gelar Tuanku Lintau.
Tuanku Lintau dapat meluaskan sistem administrasi Padri di daerahnya dengan dukungan hulubalang yang berpakaian merah untuk membedakannya dengan dubalang yang berwarna hitam. Di daerah bukit sebelah timur Lintau, sistem Padri diterima dengan baik. Penduduk Buo dan Kumanis menganut ajaran Padri. Di sebelah utara Lintau, di lereng Gunung Sago, berada di bawah hulubalang Tuanku Lintau yang bernama Tuanku Halaban.
Sehubungan dengan serangan itu, dasar-dasar ekonomi dan politik Kerajaan Pagaruyung lumpuh. Keluarga kerajaan berusaha menyelamatkan diri dari kehancuran dengan kembali kepada sekutu lama, Belanda. Semua nagari yang terletak pada jalur Koto Piliang ke pantai barat ikut menandatangani perjanjian dengan Belanda pada tahun 1819. Nagari-nagari ini diwakili dua beradik Sultan Saruaso dan Raja Alam Bagagarsyah dari Pagaruyung dan Nagari Duo Puluh Koto dan Batipuh. Mulai saat itu Gerakan Pembaruan Padri berhadapan dengan Belanda yang kemudian berubah menjadi Perang Padri.
Kawasan Lintau dipisahkan dengan pusat Tanah Datar oleh punggung bukit barisan dengan lembah-lembah yang dalam. Bukit pemisah ini ialah Bukit Marapalam dipergunakan sebagai benteng perlindungan yang sulit ditembus dari arah Tanah Datar. Punggung bukit di sekitar Lintau ditanam dengan kopi.
Kawasan ini merupakan pertemuan bukit yang membentuk lereng-lereng yang mendaki. Di sela-sela bukit ini mengalir mata air yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi sawah-sawah yang terletak di tengah kebun kopi, dikelilingi oleh sawah yang subur, yang mendatangkan kesejahteraan penduduknya.
Halaban dan Lintau semenjak lama mempunyai hubungan dagang dengan pantai timur, di hulu Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Pada tahun 1813, ia membenahi desanya, Lintau. Semenjak tahun 1820 melakukan upaya mengawasi lalu lintas perdagangan jalur Indragiri. Sejak itu pula ia terkenal sebagai Tuanku Lintau. Penduduk Lintau melakukan penukaran kopi dengan barang-barang katun dan garam. Terbukti bahwa terdapat hubungan antara kemakmuran dengan diterimanya asas pembaruan Islam (Protagoni).
Kedatangan serdadu Belanda ke Tanah Datar dilaporkan kepada Tuanku Imam Bonjol oleh Tuanku Kacik. Utusan itu menyatakan bahwa pasukan Belanda dengan sekutunya akan menyerang Lintau.
Pasukan Belanda menyerang Bukit Marapalam, bergerak dari Pagaruyung dengan kekuatan 8 pucuk meriam. Pasukan ini dapat dipukul mundur sampai ke desa Tanjung. Empat pucuk meriam dapat dirampas hulubalang Lintau. Empat hari kemudian, Belanda kembali mencoba menyerang Bukit Marapalam dari arah desa Tanjung. Peristiwa ini terjadi pada 13 April 1823.
Pasukan hulubalang Bonjol di bawah pimpinan Tuanku Mudo yang sedang berada di Ampek Angkek, mendengar serangan Belanda ke Bukit Marapalam itu, segera bergerak ke lembah Bukit Marapalam. Pasukan Bonjol menyerang dari arah utara sehingga hulubalang Lintau dapat menguasai medan pertempuran. Pasukan Lintau dan hulubalang Bonjol dapat menguasai lapangan pertempuran.
Kekalahan ketiga kalinya bagi pasukan Belanda terjadi pada tanggal 16 April 1823 yang dikenal sebagai Hari Keprajuritan Perlawanan Lintau. Peristiwa serangan Belanda dan perlawanan hulubalang Lintau tercantum pada relief Museum Perjuangan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Pada serangan itu Belanda mendapat kekalahan tiga orang perwira, 45 serdadu Belanda mati, 9 perwira luka dan 178 prajurit menderita luka. Empat buah meriam Belanda dapat dirampas.
Pertahanan Tuanku Lintau (1813-1830) baru ditembus pasukan Belanda melalui pengkhianatan yang dilakukan dalam malam pekat ketika hujan turun dengan deras.

Tidak ada komentar: